Pada 17 Oktober 2024, Indonesia memasuki era baru dalam perlindungan data pribadi dengan diberlakukannya secara penuh Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP). Penerapan penuh undang-undang ini menandai langkah besar dalam menciptakan ekosistem digital yang aman dan terpercaya, baik bagi warga negara maupun para pelaku usaha. Namun, apa sebenarnya yang berubah sejak diberlakukannya UU PDP, dan bagaimana penerapannya mempengaruhi pengelolaan data pribadi oleh lembaga pemerintah maupun sektor swasta?
1. Penguatan Hak Subjek Data
Salah satu perubahan paling signifikan dalam UU PDP adalah penguatan hak-hak subjek data—yaitu setiap individu yang data pribadinya dikumpulkan dan diproses. Sejak 17 Oktober 2024, subjek data memiliki kontrol lebih besar terhadap data pribadi mereka. Mereka berhak untuk:
Mengakses data pribadi: Subjek data dapat meminta informasi mengenai jenis data pribadi yang dikumpulkan dan diproses oleh suatu organisasi.
Memperbaiki atau menghapus data pribadi: Jika data yang disimpan tidak akurat atau sudah tidak relevan, individu memiliki hak untuk meminta perubahan atau penghapusan.
Penarikan persetujuan: Subjek data dapat menarik persetujuan penggunaan data kapan saja, dengan konsekuensi penghentian pemrosesan data.
Hak-hak ini memastikan bahwa setiap individu memiliki kontrol penuh terhadap data pribadi mereka, menekan risiko penyalahgunaan dan pelanggaran privasi.
2. Kewajiban Pengelola Data
Pengelola data, baik itu pemerintah maupun sektor swasta, kini diharuskan untuk memenuhi sejumlah kewajiban yang lebih ketat. Setiap organisasi yang mengumpulkan atau memproses data pribadi harus:
Mendapatkan persetujuan yang jelas dan tegas: Pengelola data harus memastikan bahwa setiap individu memberikan persetujuan secara eksplisit untuk pengumpulan dan penggunaan data pribadi mereka. Persetujuan ini harus bersifat bebas, terinformasi, dan dapat ditarik kapan saja.
Mengimplementasikan kebijakan perlindungan data: Organisasi wajib memiliki kebijakan perlindungan data yang jelas, serta menerapkan pengamanan teknis dan administratif untuk mencegah kebocoran atau akses tidak sah.
Melakukan audit dan pelaporan: Pengelola data diwajibkan untuk melakukan audit secara rutin terkait pengelolaan data pribadi dan melaporkan insiden atau pelanggaran data kepada pihak yang berwenang dalam waktu yang ditentukan.
3. Kewajiban Penanggung Jawab Data dan Penegakan Hukum
Penerapan penuh UU PDP juga membawa perubahan dalam penegakan hukum terhadap pelanggaran perlindungan data pribadi. Pemerintah melalui Badan Perlindungan Data Pribadi (BPDP) akan memiliki wewenang lebih besar untuk:
Menindak pelanggaran: BPDP dapat memberikan sanksi yang tegas kepada pengelola data yang tidak mematuhi regulasi, mulai dari denda finansial yang signifikan hingga penghentian operasional bagi pelaku yang melanggar secara berat.
Memberikan perlindungan hukum: Bagi individu yang datanya dilanggar, mereka kini bisa mengajukan gugatan hukum untuk mendapatkan kompensasi atas kerugian yang dialami akibat penyalahgunaan data pribadi.
Hal ini mengharuskan perusahaan dan instansi publik untuk benar-benar memperhatikan dan menegakkan kebijakan perlindungan data yang sudah diatur dalam UU PDP.
4. Implikasi bagi Sektor Swasta dan Pemerintah Daerah
Sejak diberlakukannya UU PDP secara penuh, sektor swasta dan pemerintah daerah harus segera beradaptasi dengan peraturan yang ketat ini. Bagi sektor swasta, seperti perusahaan teknologi, e-commerce, atau penyedia layanan digital, kewajiban untuk menjaga data pribadi pelanggan menjadi sangat vital. Mereka perlu mengimplementasikan sistem keamanan yang lebih canggih untuk menjaga data agar tidak jatuh ke tangan yang salah.
Di sisi lain, bagi pemerintah daerah, penerapan UU PDP mengharuskan mereka untuk memperbarui infrastruktur dan kebijakan pengelolaan data pribadi warga negara, termasuk dalam hal pengumpulan data untuk keperluan administrasi publik, pendidikan, dan kesehatan. Pemerintah daerah juga harus memastikan bahwa data yang dikumpulkan aman dan digunakan hanya untuk tujuan yang sah, serta dapat diakses dan diperbaiki sesuai dengan hak individu.
5. Meningkatnya Kesadaran Keamanan Digital
Dengan penerapan penuh UU PDP, kesadaran tentang pentingnya perlindungan data pribadi juga semakin meningkat, baik di kalangan masyarakat maupun pelaku usaha. Organisasi yang sebelumnya kurang memperhatikan keamanan data kini dihadapkan pada tantangan untuk memperkuat sistem pengamanan digital mereka, baik melalui pelatihan untuk karyawan maupun peningkatan infrastruktur keamanan IT.
Kesimpulan: Kolaborasi Holistik dengan Sidik Cyber
Di tengah penerapan penuh UU PDP, penting untuk memastikan bahwa setiap pengelolaan data pribadi dilakukan dengan prinsip kehati-hatian dan perlindungan maksimal. Di sinilah peran Sidik Cyber menjadi sangat relevan. Sebagai perusahaan yang mengedepankan solusi keamanan data dan siber secara holistik, Sidik Cyber menawarkan berbagai produk dan layanan yang mendukung kepatuhan terhadap UU PDP. Melalui pendekatan kolaboratif, Sidik Cyber membantu lembaga pemerintah dan sektor swasta dalam menerapkan kebijakan perlindungan data yang aman dan sesuai regulasi.
Sidik Cyber menyediakan solusi keamanan yang terintegrasi, seperti platform perlindungan data berbasis kecerdasan buatan, pelatihan kesadaran keamanan, serta audit dan pengelolaan risiko siber. Dengan komitmen untuk menjaga data pribadi tetap aman, Sidik Cyber memastikan bahwa setiap organisasi dapat memenuhi kewajiban mereka dalam melindungi data pribadi, sembari menghindari risiko hukum dan pelanggaran privasi yang dapat merusak reputasi mereka.
Dengan dukungan Sidik Cyber, penerapan UU PDP di Indonesia dapat berjalan dengan lebih lancar, mengarah pada lingkungan digital yang lebih aman dan terjamin bagi seluruh warga negara Indonesia.