Jakarta, 27 September 2025 — Kementerian Keuangan (Kemenkeu) resmi memperkuat implementasi Coretax DJP, sistem inti administrasi perpajakan, dengan menerbitkan sejumlah kebijakan baru yang berlaku mulai tahun ini. Langkah ini merupakan bagian dari reformasi pajak untuk meningkatkan transparansi, integrasi, serta pelayanan kepada wajib pajak di era digital.
Payung Hukum: Dari KMK 456/2024 hingga PMK 54/2025
Implementasi Coretax dimulai pada 1 Januari 2025, sesuai KMK 456/2024 yang ditandatangani pada akhir 2024. Sebagai tindak lanjut, Kemenkeu menerbitkan PMK 81/2024 yang mengatur ketentuan perpajakan dalam ekosistem Coretax.
Namun, seiring pelaksanaan, pemerintah merasa perlu melakukan penyempurnaan. Pada 25 Juli 2025, Menteri Keuangan menetapkan PMK 54/2025 yang mengubah ketentuan di PMK 81/2024. Aturan ini mulai berlaku 1 Agustus 2025 dan menjadi dasar adaptasi bisnis proses baru di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
“Coretax bukan sekadar sistem IT, melainkan transformasi menyeluruh administrasi perpajakan. Dengan regulasi terbaru, kami memastikan seluruh proses berjalan lebih efisien, transparan, dan akuntabel,” ujar Direktur Jenderal Pajak, Suryo Utomo, dalam konferensi pers di Jakarta.
Perubahan yang Dibawa Coretax
Coretax dirancang untuk mengintegrasikan seluruh proses pajak—mulai dari pendaftaran, pembayaran, pelaporan, hingga pemeriksaan—dalam satu sistem inti yang saling terkoneksi.
Menurut Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu, Deni Surjantoro, penerapan Coretax juga menekankan aspek keamanan.
“Seluruh pihak yang terhubung dengan sistem diwajibkan menjaga standar keamanan informasi. Hal ini sejalan dengan prinsip compliance-by-design agar tidak ada celah dalam perlindungan data wajib pajak,” jelas Deni.
Beberapa poin perubahan yang mulai dirasakan wajib pajak:
-
Integrasi data real-time untuk meningkatkan validasi dan akurasi laporan.
-
Simplifikasi prosedur pelaporan sehingga proses SPT lebih ringkas.
-
Penyesuaian format dokumen elektronik seperti faktur dan laporan agar sesuai dengan arsitektur Coretax.
-
Penguatan kanal edukasi berupa panduan, Tax Live, dan materi online dari DJP.
Dampak Bagi Wajib Pajak dan Pelaku Usaha
Pelaku usaha dan individu kini dituntut melakukan penyesuaian agar tidak terjadi keterlambatan maupun kesalahan pelaporan. Coretax membawa tiga dampak utama:
-
Transparansi lebih tinggi – seluruh data terekam dalam satu sistem, sehingga proses klarifikasi dan restitusi lebih cepat.
-
Digital-first approach – hampir semua interaksi pajak dilakukan secara digital, meminimalkan dokumen fisik.
-
Kewajiban keamanan – perusahaan harus memperkuat tata kelola TI internal, mulai dari kontrol akses, enkripsi, hingga audit log.
“Ini momentum untuk berbenah. Kami sarankan pelaku usaha melakukan pemutakhiran data dan menyesuaikan sistem internal sejak dini,” kata Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Peraturan dan Penegakan Hukum Pajak, Yon Arsal.
Tantangan dan Peluang
Meski manfaatnya besar, tantangan tidak bisa dihindari. Pada fase awal, wajib pajak masih menghadapi kendala teknis seperti perubahan format data, downtime sistem, serta perlunya pelatihan pengguna.
Namun, peluang juga terbuka lebar. Konsultan pajak, penyedia ERP, dan penyedia layanan e-invoicing kini dapat menawarkan solusi berbasis Coretax, mulai dari otomasi kepatuhan, rekonsiliasi pajak, hingga integrasi API.
“Dengan Coretax, bisnis punya peluang mengefisienkan proses kepatuhan. Ke depan, ekosistem pajak digital bisa menjadi fondasi integrasi data nasional,” jelas Direktur Transformasi Proses Bisnis DJP, Yoga Affandi.